Jumat(30/1) Saya menemani
adik-adik yang tergabung dalam KIR KALPAWIDYA SMAN 1GML untuk berkunjung ke
Museum Purbakala Sangiran. Mereka bertanya, sudah berapa kali saya berkunjung
ke museum tersebut. Sambil tertawa saya menjawab sudah berkali-kali, mungkin ke
5/6 kalinya. Namun, kunjungan saya dan adik-adik kali ini bukanlah untuk
berwisata tetapi mencari dan mengumpulkan data. Sok ilmiah sekali kelihatannya
kegiatan ini, namun inilah kegiatan adik-adik KIR. Belajar mengkaji sesuatu
permasalahan yang dekat dari diri kita.
Sebelum berangkat ke museum,
mereka sudah diberikan beberapa permasalahan yang harus dikaji sehingga di
museum adik-adik hanya tinggal mencari dan mengumpulkan data baik melalui
wawancara, survey, atau kuisoner.
Karena saya hanya mendampingi,
saya pun asik berkeliling dan mengamati apa yang dipamerkan dalam museum.
Awalnya, saya malas untuk berkeliling karena saya sudah khatam dengan apa yang
ada di dalamnya. Iseng-iseng saya bercakap
dengan Pak satpam yang sedang berjaga di meja resepsionis, dengan tujuan
menanyakan angka pengunjung tiap harinya. Dari tumpukan buku tamu, saya
tertarik dengan buku tamu kuning yang bertuliskan untuk turis asing. Saya pun
meminta izin kepada pak satpam untuk membaca isi dari buku tamu kuning itu.
Dari buku tersebut tercatat bahwa pada bulan Januari 2015 ada 36 kunjungan
turis asing dimana tiap kunjungan berjumlah 1-10 pengunjung. Pengunjungnya pun
tersebar dari berbagai negara seperti, japan, netherland, Taiwan, Australia,
dll dengan beragam tujuan kunjungan.
Memasuki ruang display1 beragam
fosil pun dipamerkan disana. Namun, sekali lagi saya sudah tidak tertarik untuk
mengamati fosil-fosil itu. Namun, ada hal lain yang membuat saya tertarik,
deskripsi terjemahan pada fosil-fosil. Sebagai museum yang sudah tercatat dalam
world heritage dan ramai akan pengunjung asing setiap bulannya, tentu saja
fasilitas dalam museum menggunakan dua bahasa (Indonesia dan inggris), dan hal
yang paling penting dalam penggunaan bilingual adalah deskripsi fosil. Saya
tidak memiliki background knowledge tentang arkeologi, tentang unsur-unsur
tanah, atau tentang sejarah sedangkan yang saya miliki adalah pengetahuan
bahasa inggris. Jadi, tidak salah bukan jika saya lebih tertarik pada
terjemahan-terjemahan itu.
Dari sekian banyak terjemahan, ada
beberapa yang membuat saya mengerenyitkan dahi. Sayangnya, tidak dapat saya
paparkan satu persatu hasil terjemahan tersebut. Namun, dari sinilah saya ingin
mengajak teman-teman khususnya yang sedang mendalami bahasa inggris atau
teman-teman pendidikan bahasa inggris dengan konsentrasi translation bahwa ini
adalah hal yang menarik untuk diteliti. Yakni, teks deskripsi terjemahan di
museum manusia purba sangiran yang sudah tercatat dalam world heritage.
0 komentar:
Post a Comment